Gabah adalah salah satu hasil utama dalam produksi tanaman padi. Komoditas ini berasal dari padi yang telah dipisahkan dari tangkainya dengan cara dirontokkan kemudian dikeringkan lalu digiling hingga menghasilkan beras. Keseluruhan tahapan ini biasanya dilakukan sesegera mungkin oleh petani, dimana cara perontokan gabah biasanya dilakukan secara manual maupun menggunakan alat perontok semi mekanis sehingga bulir gabah terlepas dari malai (kulit padi). Gabah dibedakan menjadi 2 yaitu, Gabah Kering Panen (GKP) dan Gabah Kering Giling (GKG).
- Gabah Kering Panen (GKP) merupakan gabah yang baru saja dipanen oleh petani setelah melalui masa tanam ke pemanenan yang memakan waktu sekitar 3-4 bulan, sehingga jumlah bobot beratnya gabah ini harus dilakukan pengeringan terlebih dahulu jika ingin dilakukan penyimpanan dan penggilingan. Kandungan air dalam GKP maksimum sebesar 25% dan kadar hampa/kotoran maksimum 10%. Pemerintah menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) secara efektif mulai 15 Januari 2025 sebesar Rp 6.500/kg (Sutarya, 2025). Peran GKP dalam industri padi seperti menjadi acuan produktivitas, bahan produksi beras, serta penentu kualitas. Kadar air dan kemurnian GKP sangat mempengaruhi kualitas dan umur simpan produk olahan beras.
- Gabah Kering Giling (GKG) merupakan gabah yang siap digiling setelah mengalami proses penjemuran/pengeringan, gabah yang siap digiling memiliki batas kandungan kadar air maksimal 14% dan kandungan hampa atau kotoran maksimal hanya 13%, dengan HPP GKG sebesar Rp 8.000. Kadar air dalam GKG sangat rendah untuk memastikan kualitas dan daya simpan, serta untuk menghindari kerusakan. GKG menjadi bahan baku utama untuk produksi beras yang akan dikonsumsi oleh masyarakat, dimana kesegaran gabah ini menjadi penentu kualitas harga beras yang dihasilkan.
GKP (Gabah Kering Panen) umumnya dijual lebih murah karena masih memiliki kadar air tinggi sekitar 20–25%, sehingga kualitasnya belum stabil untuk digiling menjadi beras. Kadar air yang tinggi membuat gabah lebih mudah rusak, cepat berjamur, dan memiliki resiko susut saat penyimpanan. Sebaliknya, GKG (Gabah Kering Giling) sudah melalui proses pengeringan hingga kadar airnya turun menjadi ±14% sehingga lebih tahan disimpan, lebih efisien saat digiling, dan menghasilkan beras dengan mutu yang lebih baik. Inilah alasan mengapa GKG bernilai jual lebih tinggi dibandingkan GKP, karena kualitasnya sudah memenuhi standar mutu beras nasional.
Pencapaian standar mutu GKP dan GKG juga dipengaruhi oleh peran teknologi. Pengeringan gabah dapat dilakukan melalui metode tradisional dan modern. Pengeringan secara tradisional dilakukan dengan cara penjemuran di bawah sinar matahari, dimana metode ini sangat bergantung pada cuaca sehingga hasil pengeringannya sering tidak merata dan kualitas gabah kurang stabil. Sebaliknya teknologi pengeringan modern dengan mesin dryer mampu mengatur suhu dan kelembaban secara konsisten, sehingga kadar air gabah lebih seragam, risiko jamur dan kerusakan lebih rendah, serta mutu gabah bisa dipertahankan sesuai standar. Dengan demikian meski membutuhkan biaya lebih tinggi, pengeringan modern memberikan keuntungan jangka panjang karena kualitas GKG lebih terjaga dan harga jualnya lebih kompetitif.
GKP dan GKG menjadi standar penting dalam menjaga mutu beras nasional. GKP menandai tahap awal pascapanen, sementara GKG menunjukkan gabah siap giling dengan kualitas lebih stabil. Dukungan teknologi modern seperti dryer dan alat ukur kadar air membuat mutu GKG lebih terjaga dibanding pengeringan tradisional. Dengan standar ini dan bantuan teknologi, petani terlindungi, harga lebih adil, dan masyarakat mendapat beras yang berkualitas.
Daftar Pustaka: Sutarya, Y. (2025, 2 Agustus). Penetapan Harga Gabah Padi Tahun 2025: Langkah Dukung Petani dan Swasembada Pangan. Rakyatpriangan.com. https://www.rakyatpriangan.com/jawa-barat/14315657761/penetapan-harga-gabah-padi-tahun-2025-langkah-dukung-petani-dan-swasembada-pangan
Penulis: Rizka Alvina Rachmawati
Editor: MTani Editor (Nur Syifaa Ramdani)